Di Indonesia, saat ini diperkirakan satu dari tiga orang dewasa merokok dengan pengeluaran untuk rokok seringkali melampaui pengeluaran untuk biaya makan, kesehatan atau pendidikan. Data Depkes menyebutkan sebanyak 70% penduduk Indonesia merupakan perokok aktif, dan 60% diantaranya berasal dari masyarakat ekonomi lemah. Dan dari industri rokok ini cukainya menghasilkan angka puluhan trilyun rupiah per tahun. Suatu angka pendapatan yang lumayan, bisa buat jajan negara.
Rokok khas Indonesia adalah rokok kretek. Rokok kretek
memulai sejarahnya sekitar tahun 1870. Seorang penduduk kota Kudus Jawa Tengah
bernama Haji Djamhari telah berjasa mempopulerkannya. Konon Pak haji yang kala
itu sedang menderita sakit dada iseng-iseng bereksperimen mencampurkan rajangan
bunga cengkeh
ke tembakau lintingnya. Rokok tingwenya itu terasa hangat ketika dirokok dan sakit dadanyapun berangsur sembuh. Pengalaman itu dia kabar-kabarkan ke sanak kadang. Berita menyebar cepat dan "rokok obat" made in pak Haji segera kondang.
ke tembakau lintingnya. Rokok tingwenya itu terasa hangat ketika dirokok dan sakit dadanyapun berangsur sembuh. Pengalaman itu dia kabar-kabarkan ke sanak kadang. Berita menyebar cepat dan "rokok obat" made in pak Haji segera kondang.
Lantaran ketika rokok cengkeh dihisap, cengkeh yang
terbakar mengeluarkan bunyi kemretek, maka rokok made in pak Haji memperoleh
julukan sebagai "rokok kretek", mengacu pada sound efek yang
ditimbulkannya.
Rokok kretek memiliki campuran tembakau dan bunga
cengkih kering dalam perbandingan tertentu. Hasil analisa terhadap rokok kretek
menemukan adanya lima zat kimia yang tidak terdapat pada rokok putih non
cengkeh. Bahan kimia tersebut adalah eugenol, acetyl eugenol, B-caryophyllene,
x-humulene serta caryophllene epoksida.
Bunga cengkih sendiri mengandung 15% minyak di mana
82-87% dari kandungan minyak tersebut ialah eugenol. Rata-rata kandungan
eugenol bagi sebatang kretek sebanyak 13 mg dan ditaksir sekitar 7 mg akan
tersedot ketika kita merokok. Eugenol memberi kesan toksik kepada sistem saraf
pusat. Pecandu rokok kretek di kalangan remaja dilaporkan mendapat kesan khayal
ringan apabila menghisap rokok kretek. Menyedot asap rokok kretek
"dalam-dalam' akan meningkatkan kepekatan asap dan ini ada hubungannya
dengan kadar tinggi eugenol yang diserap yang akan memberikan kesan khayal
tersebut.
Sementara itu, nikotin yang dikandung oleh daun
tembakau menyebabkan ketagihan. Itulah sebabnya perokok ingin terus menghisap
tembakau secara rutin karena ketagihan nikotin. Ditemukan fakta bahwa nikotin
mengaktifkan jaringan otak yang menimbulkan perasaan senang, tenang dan rileks.
Sebuah bahan kimia otak termasuk dalam perantara keinginan untuk terus
mengkonsumsi, yakni neurotransmiter dopamine, dalam penelitian menunjukkan
bahwa nikotin meningkatkan kadar dopamine tersebut.
Efek akut dari nikotin dalam beberapa menit
menyebabkan perokok melanjutkan dosis per harinya sebagai usaha mempertahankan
efek kesenangan yang diperoleh. Perokok biasanya menghisap minimal 10 hisapan
dalam sebatang rokok setiap satu periode lima menit. Karena seorang penggebis
menghabiskan rokok sekitar 30 batang per hari berarti memasukkan lebih kurang
300 hisapan nikotin ke otak setiap harinya. Faktor inilah yang menunjang
ketagihannya terhadap nikotin. Nikotin itu sendiri dalam metabolisme
sesungguhnya dapat menghilang dari tubuh dalam beberapa jam.
APA MAU DIKATA?
Berpadunya nikotin dan eugenol dalam rokok kretek
telah membuat penikmat rokok keenakan alias kecanduan. Meski tahu bahwa merokok
itu riskan namun sungguh enggan perokok meninggalkan kebiasaan yang terlanjur
melekat di keseharian. Meski harga rokok kemasan kini mahal, bisa lebih mahal
ketimbang ongkos makan siang di warung Tegal dan terasa tak sebanding lagi dengan
nikmatnya, namun perokok cuek saja. Terlanjur
cinta, apa mau dikata? Lantas bagaimanakah caranya untuk menghilangkan rasa cinta tersebut dari
sang pecandu???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar